MAKALAH AGAMA ISLAM
DAKWAH
SEBAGAI SARANA AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR
Disusun Oleh :
Aang Suvandi
Nim : Ti141700**
JURUSAN TEKNIK
INFORMATIKA
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
(STMIK) 2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga
Kami dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana,
Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam melakukan suatu kegiatan Dakwah, Makalah
ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini. Makalah ini berisi informasi tentang pengertian Dakwah sebagai
Amal Ma’ruf Nahi Mungkar atau yang lebih
khususnya membahas tentang kewajiban dalam berdakwah, Perkembangan
Dakwah dalam Masyarakat, Metode-metode berdakwah, Tujuan daripada Dakwah, Diharapkan
makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang dakwah. Seperti pada
al–Qur’ an surat an-Nahl ayat 125, yang menjelaskan tentang
metode berdakwah yang Artinya: “Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. ”Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada Kelompok
yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kami. Amin.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………..
BAB
I PENDAHULUAN………………………………………………………......
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….
1.2 Rumusan
Masalah………………………………………………………
1.3 Tujuan
Penulisan……………………………………………………….
BAB
II PEMBAHASAN……………………………………………………………
2.1 Pengertian Dakwah Dan hal-hal yang
berkaitan dengannya……….
2.2 Dakwah Sebagai Amar Ma’ruf Nahi
Mungkar………………………
2.2.1. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Mungkar……………………….
2.2.2 Dalil Tentang Amar Ma’ruf Nahi Mungkar…………………….
2.3 Pengembangan Dakwah Dalam
Masyarakat…………………………
2.4 Metode Dakwah…………………………………………………………
2.5 Tujuan Dakwah…………………………………………………………
2.6 Manfaat Dakwah……………………………………………………….
BAB
III PENUTUP…………………………………………………………………
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..
3.2 Saran…………………………………………………………………….
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dakwah merupakan
bagian yang sangat
penting di dalam Islam, karena berkembang
tidaknya ajaran agama Islam dalam kehidupan masyarakat
merupakan aktifitas dari berhasil
tidaknya dakwah yang dilaksanakan,
sebagai ajaran yang menuntut penyampaian dan penyebaran. Setiap muslim senantiasa berada dalam
kisaran fungsi dan misi
risalah melalui media
dakwah, baik ke dalam maupun ke luar lingkungan umat
Islam, dengan memperhatikan akidah, akhlak, dan ketentuan lainya yang intinya
sesuai dengan konsep Islam. Islam telah mewajibkan kaum muslimin untuk
mengemban dakwah Islamiyah. Dakwah
merupakan suatu keharusan dalam rangka pengembangan agama Islam. Kaum muslimin wajib berusaha
mengubah keadaan mereka, terutama tatkala kekufuran telah merajalela dan Islam
telah lenyap dari kehidupan. Dakwah
merupakan ajakan, untuk mengajak manusia ke jalan Alloh agar mereka selamat dunia dan akherat.
Dakwah, baik sebagai konsep maupun
sebagai aktivitas,telah memasuki seluruh wilayah dan ruang lingkup kehidupan manusia. Sebenarnya dakwah itu bisa
dipahami “sebagai materi (mendengarkan
dakwah), sebagai perbuatan (sedang melakukan dakwah) dan sebagai pengaruh
(dampak adanya dakwah)” Dakwah Islamiyah adalah satu kewajiban yang terpikul
diatas pundak setiap muslim dalam
posisi, profesi dan dimanapun mereka berada, baik secara perorangan maupun
kelompok. Allah SWT mengangkat derajat seseorang yang mengajak manusia ke
jalan-Nya, sebagaimana firmanNya :
“ Dan siapakah yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata : “ Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang menyerah diri
(Q.S Fushilat 33).
1.2
RUMUSAN MASALAH
Adapun Rumusan masalah yang dapat
kami ajukan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan Dakwah dan hal-hal yang berkaitan dengannya?
2. Kenapa
Dakwah sangan diperlukan dalam hidup?
3. Bagaimanakah
peranan Dakwah dalam Masyarakat?
4. Bagaimana
Metode-metode Dakwah dan Tujuan Dakwah?
1.3 TUJUAN
PENULISAN
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah guna melengkapi tugas yang diberikan oleh
Dosen Pengampu yaitu Bapak Ichwan Purwata, S.S.,MA serta sebagai pembelajaran
guna menambah ilmu pengetahuan kepada kita tentang apa yang dimaksud dengan
Dakwah dan apa saja hal-hal yang berkaitan dengannya.
1.4 METODE PENELITIAN
Dalam
penulisan makalah kali ini, kami melakukan beberapa metode-metode penelitian
yang kami kaji kemudian merangkumnya dalam bentuk tulisan dalam makalah ini,
antara lain yaitu mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemuka-pemuka
masyarakat seperti para Ustasd dan guru-guru di kalangan kami, serta
mempelajari dari berbagai sumber-sumber buku yang kami dapatkan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
DAKWAH
Dakwah merupakan kewajiban
yang syar’i. Hal ini sebagaimana tercantum di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Beberapa
Ayat Dakwah
ادْعُ إِلِى سَبِیلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي ھِيَ أَحْسَنُ
إِنَّ رَبَّكَ ھُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَنسَبِیلِهِ
وَھُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk.” (Q.S. AnNahl [16]:125)
Hadist tentang dakwah
مَنْ
دَلَّ عَلَى خَیْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرٍ فَاعِلِهِ (رواه مسلم
Artinya,”
Barang siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala
seperti orang yang melaksanakannya” (H.R Muslim)’
Secara etimologis,
kata “Dakwah” berasal dari bahasa
Arab yang mempunyai arti:
panggilan,
ajakan, dan seruan. Sedangkan dalam ilmu
tata bahasa Arab, kata dakwah adalah
bentuk dari isim masdar yang berasal dari kata kerja: artinya: menyeru, memanggil, mengajak. Dalam pengertian
yang integralistik dakwah merupakan suatu
proses yang berkesinambungan yang
ditangani oleh para
pengemban dakwah untuk
mengubah sasaran dakwah agar bersedia
masuk ke jalan
Allah, dan secara
bertahap menuju perikehidupan
yang Islami. Sedangkan
ditinjau dari segi
terminologi, banyak sekali
perbedaan pendapat tentang definisi dakwah di kalangan para
ahli, antara lain:
a. Menurut A.
Hasmy dalam bukunya
Dustur Dakwah Menurut
al-Qur’ an, mendefinisikan dakwah yaitu:
mengajak orang lain
untuk meyakini dan
mengamalkan akidah dan syariat
Islam yang terlebih
dahulu telah diyakini
dan diamalkan oleh
pendakwah itu sendiri.
b. Menurut
Syekh Ali Mahfud. Dakwah Islam adalah memotivasi manusia agar melakukan kebaikan
menurut petunjuk, menyuruh mereka
berbuat kebajikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran, agar mereka
mendapat kebahagian dunia dan akhirat.
c. Menurut Amrullah
Ahmad .ed., dakwah
Islami merupakan aktualisasi
Imani (Teologis) yang dimanifestasikan dalam
suatu sistem kegiatan manusia beriman
dalam bidang kemasyarakatan yang
dilaksanakan secara teratur
untuk mempengaruhi cara
merasa, berpikir , bersikap, dan
bertindak manusia pada
tataran kegiatan individual
dan sosio kultural dalam
rangka mengesahkan terwujudnya
ajaran Islam dalam
semua segi kehidupan dengan cara
tertentu.
d. Menurut Amin
Rais, dakwah adalah
gerakan simultan dalam
berbagai bidang kehidupan untuk
mengubah status quo
agar nilai-nilai Islam
memperoleh kesempatan untuk
tumbuh subur demi kebahagiaan seluruh umat manusia.
e. Menurut Farid
Ma’ruf Noor , dakwah
merupakan suatu perjuangan
hidup untuk menegakkan dan
menjunjung tinggi undang-undang
Ilahi dalam seluruh aspek kehidupan manusia
dan masyarakat sehingga
ajaran Islam menjadi
shibghah yang mendasari, menjiwai,
dan mewarnai seluruh
sikap dan tingkah
laku dalam hidup
dan kehidupannya.
f. Menurut Abu
Bakar Atjeh, dakwah
adalah seruan kepada
semua manusia untuk kembali
dan hidup sepanjang
ajaran Allah yang
benar , yang dilakukan
dengan penuh kebijaksanaan dan
nasehat yang baik.
g. Menurut Toha
Yahya Umar , dakwah
adalah mengajak manusia
dengan cara bijaksana ke
jalan yang benar
sesuai dengan perintah
Tuhan, untuk keselamatan
dan kebahagiaan dunia akherat.
Dari
beberapa definisi di atas paling tidak dapat diambil kesimpulan tentang dakwah:
Dakwah
itu adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar dan terencana. Usaha dakwah
itu adalah untuk
memperbaiki situasi yang
lebih baik dengan mengajak
manusia untuk selalu ke jalan Allah SWT . Proses penyelengaraan itu
adalah untuk mencapai
tujuan yang bahagia
dan sejahtera, baik di dunia maupun akhirat.
Dalam kaitannya
dengan makna dakwah,
ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan secara seksama, agar dakwah
dapat dilaksanakan dengan baik.
1.
Dakwah sering disalah
artikan sebagai pesan
yang datang dari
luar . Pemahaman ini akan membawa
konsekuensi kesalahlangkahan dakwah,
baik dalam formulasi pendekatan
atau metodologis, maupun
formulasi pesan dakwahnya. Karena
dakwah dianggap dari
luar , maka langkah
pendekatan lebih diwarnai dengan
pendekatan interventif, dan
para dai lebih
mendudukkan diri sebagai orang
asing, tidak terkait
dengan apa yang
dirasakan dan dibutuhkan
oleh masyarakat.
2.Dakwah sering
diartikan menjadi sekadar
ceramah dalam arti
sempit. Kesalahan ini sebenarnya
sudah sering diungkapkan,
akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap
saja terjadi penciutan
makna, sehingga orientasi
dakwah sering pada hal-hal yang
bersifat rohani saja. Istilah
“dakwah pembangunan” adalah contoh yang
menggambarkan seolah-olah ada dakwah
yang tidak membangun atau dalam makna lain, dakwah yang pesan-pesannya penuh
dengan tipuan sponsor .
3.
Masyarakat yang dijadikan
sasaran dakwah sering
dianggap masyarakat yang vacum
ataupun steril, padahal
dakwah sekarang ini
berhadapan dengan satu setting
masyarakat dengan beragam
corak dan keadaannya,
dengan berbagai persoalannya, masyarakat
yang serba nilai dan
majemuk dalam tata
kehidupannya, masyarakat
yang berubah dengan
cepatnya, yang mengarah
pada masyarakat fungsional,
masyarakat teknologis, masyarakat saintifik dan masyarakat terbuka.
4. Sudah
menjadi tugas manusia
untuk menyampaikan saja, sedangkan masalah
hasil akhir dari
kegiatan dakwah diserahkan sepenuhnya kepada
Allah SWT . Ia
sajalah yang mampu
memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada
manusia, Rasulullah SAW
sendiripun tidak mampu
memberikan hidayahnya kepada orang
yang dicintainya (al-Qashash:
56). Akan tetapi,
sikap ini tidaklah berarti
menafikan perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi dari
kegiatan dakwah yang dilakukan.
Dakwah, jika ingin
berhasil dengan baik,
haruslah memenuhi
prinsip-prinsip manajerial yang
terarah dan terpadu,
dan inilah mungkin salah
satu maksud hadis
Nabi, “Sesungguhnya Allah
sangat mencintai jika
salah seorang di antara
kamu beramal, amalnya
itu dituntaskan. ” (HR
Thabrani). Karena itu, sudah
tidak pada tempatnya
lagi kalau kita
tetap mempertahankan kegiatan dakwah yang asal-asalan.
5. secara
konseptual Allah SWT
akan menjamin kemenangan
hak para pendakwah, karena
yang hak jelas
akan mengalahkan yang
bathil (al-Isra’ : 81).
Akan tetapi, sering
dilupakan bahwa untuk
berlakunya sunatullah yang
lain, yaitu kesungguhan (ar-Ra’ d:
11). Hal ini
berkaitan dengan erat
dengan cara bagaimana dakwah tersebut
dilakukan, yaitu dengan
al-Hikmah, mau’idzatil hasanan,
dan mujadalah billatii hiya ahsan (an-Nahl: 125).
Makna “dakwah”
juga berdekatan dengan
konsep ta’lim, tadzkir, dan
tashwir. Ta’lim berarti mengajar,
tujuannya menambah pengetahuan
orang yang diajar, kegiatannya
bersifat promotif yaitu
meningkatkan pengetahuan, sedang objeknya
adalah orang yang
masih kurang pengetahuannya. Tadzkir berarti mengingatkan
dengan tujuan memperbaiki
dan mengingatkan pada orang
yang lupa terhadap
tugasnya sebagai serang
muslim. Karena itu kegiatan
ini bersifat reparatif
atau memperbaiki sikap,
dan perilaku yang rusak
akibat pengaruh lingkungan
keluarga dan sosial
budaya yang kurang baik,
objeknya jelas mereka
yang sedang lupa
akan tugas dan
perannya sebagai muslim. Tashwir
berarti melukiskan sesuatu
pada alam pikiran
seorang, tujuannya membangkitkan pemahaman
akan sesuatu melalui
penggemaran atau penjelasan. Kegiatan
ini bersifat propagatif,
yaitu menanamkan ajaran
agama kepada manusia, sehingga mereka terpengaruh untuk mengikutinya
[6].
Dakwah
yang diwajibkan tersebut berorientasi pada beberapa tujuan:
1.Membangun masyarakat Islam, sebagaimana
para rasul Allah yang memulai dakwahnya di
kalangan masyarakat jahiliah.
Mereka mengajak manusia untuk
memeluk agama Allah
Swt, menyampaikan wahyu-Nyan
kepada kaumnya, dan memperingatkan mereka dari syirik.
2.Dakwah dengan
melakukan perbaikan pada
masyarakat Islam yang
terkena
musibah.
Seperti penyimpangan dan berbagai kemungkaran, serta pengabaian masyarakat
tersebut terhadap segenap kewajiban.
3.Memelihara kelangsungan
dakwah di kalangan
masyarakat yang telah berpegang pada
kebenaran, melalui pengajaran
secara terus-menerus, pengingatan,
penyucian jiwa, dan pendidikan
Berbicara tentang
dakwah adalah berbicara
tentang komunikasi, karena
komunikasi adalah kegiatan informatif,
yakni agar orang
lain mengerti, mengetahui
dan kegiatan
persuasif, yaitu
agar orang lain
bersedia menerima suatu
paham atau keyakinan, melakukan suatu
faham atau keyakinan,
melakukan suatu kegiatan
atau perbuatan dan
lain-lain. Keduanya
(dakwah dan komunikasi)
merupakan bagian integral
yang tidak
dapat
dipisahkan.
Dakwah adalah
komunikasi, akan tetapi
komunikasi belum tentu
dakwah, adapun yang membedakannya adalah
terletak pada isi
dan orientasi pada
kegiatan dakwah dan
kegiatan komunikasi.
Pada komunikasi isi
pesannya umum bisa
juga berupa ajaran agama, sementara orientasi pesannya adalah pada pencapaian tujuan dari
komunikasi itu sendiri, yaitu munculnya efek dan hasil yang berupa perubahan pada sasaran. Sedangkan
pada dakwah isi pesannya jelas berupa ajaran Islam dan orientasinya adalah
penggunaan metode yang benar menurut
ukuran Islam. Dakwah merupakan komunikasi
ajaran-ajaran Islam dari seorang
da’i kepada ummat
manusia dikarenakan didalamnya
terjadi proses komunikasi.
Kewajiban
Dalam Berdakwah
Dakwah merupakan
kewajiban setiap individu muslim,
yang Islam ibarat darah dalam tubuh manusia. Ia
menyebabkan ummat hidup
dan terus tumbuh dan
berkembang. Dakwahlah yang
mampu menggerakkan umat untuk
tetap terikat dengan
aturan Allah dan
Rasul- Nya. Namun sebaliknya,
disaat ummat meninggalkan dakwah, umat
tidak akan lagi terwarnai oleh
fikrah dan kepribadian Islam. Secarasyar’i,
kewajiban dakwah memiliki
banyak perintah danqorinahyang menunjukkan
betapa kewajibannya bernilai amat
tinggi dan menentukan. Diantaranya firman Allah SWT seabagai berikut : “Serulah manusia
ke jalan Rabb-mu
(Allah) dengan jalan hikmah
(hujjah yang benar
dan kuat) dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan baik”(QS.
An-Nahl: 125). “(Dan) Orang-orang yang
beriman, laki-laki dan
perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong kepada sebagian
yang lainnya. Mereka menyuruh
kepada yang baik
dan mencegah dari yang
munkar , mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka
taat kepada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka
akan diberi rahmat oleh
Allah dan sesungguhnya
Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”(QS At-T aubah: 71). “Dan siapakah
yang lebih baik
perkataanya daripada orang
yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan
amal sholeh dan berkata
sesungguhnya aku ini
termasuk orang-orang muslim”(QS.
Al-Fushilat: 33). Dari beberapa ayat
tersbut, kita bisa
memahami betapa tegas perintah
Allah dalam dakwah,
karena kewajiban tersebut terkena
kepada laki-laki maupun
perempuan, sendiri-sendiri maupun berjamaah/berkelompok. s elain
adanya perintah
dari ayat-ayat tersebut,
Allah SWT bahkan mengancam kaum
muslimin yang tidak mau
melaksanakan dakwah, Sebagaima firman-Nya: “Dan jangalah dirimu dari
bencana yang tidak khusus menimpa orang-orang zholim
saja diantaramu. Dan
ketahuilah
sesungguhnya
siksa Allah itu sangat keras”(QS. Al-Anfaal: 25). “Kalian harus
mengajak mereka kepada
kebaikan dan mencegah mereka
dari kemunkaran. Bila
tidak demikian, tentu Allah
akan menjadikan orang-orang jahat
di antaramu menguasai kalian.
(Dan) Bila ada
orang baik di
antaramu berdoa (untuk keselamatan)
maka doa mereka
tidak akan
dikabulkan”
(HR. Al-Bazzar dan Thabrani).
Tentunya setiap
perintah dari Allah
ada koridor-koridor yang
perlu diperhatikan tidak terkecuali
masalah dakwah, dalam dakwah
ada beberapa yang
perlu diperhatikan salah
satunya adalalah mengenai bagaimana caranya
seorang yang berdakwah
agar bisa diterima
dengan baik oleh
masyarakat (obyek dakwah/mad’u) di sisi
lain juga tidak kalah penting memikirkan masalah manakah yang menjadi
prioritas yang perlu disampaikan kepada masyarakat. Secara umum
kondisi mayarakat disetiap
tempat berbeda-beda dalam
hal pengetahuan yang
mereka miliki, kondisi masyarakat
perkotaan dan masyarakat
pedesaan berbeda karena
dipengaruhi beberapa aspek, masyarakat
perkotaan cenderung bersifat individual dibanding
dengan masyarakat pedesaan.
Hal tersebut perlu mendapat
perhatian bagi pelaku
dakwah karena masalah
masyarakat satu dengan mayarakat yang
lainnya belum tentu
sama dan harus
disikapi sesuai dengan
kondisi masyarakat setempat yang
menjadi obyek dakwah.
Begitu juga ajaran-ajaran Islam
yang mereka jalani,
setiap orang
berbeda-beda sejauh
mana ilmu agama
yang mereka fahami,
karena itu perlu
adanya pirioritas dalam dakwah manakah yang lebih penting
disampaikan kepada setiap obyek dakwah.
Sebuah gerakan
yang mengusung dakwah
amar makruf nahi
mungkar , mengajak kepada
kebaikan dan mencegah perbuatan
yang mungkar , tidak
terkecuali Muhammadiyah perlu
memperhatikan kondisi masyarakat sebagai
obyek dakwah dan
adab-adab dalam berdakwah
sebagaimana Al-Qur’ an dan
AsSunnah menggariskan.
Unsur-unsur
dakwah
Unsur-unsur dakwah
adalah sebuah komponen
yang terdapat dalam
setiap kegiatan dakwah,
seperti da‟i( Pelaku Dakwah),mad‟u( Mitra
Dakwah ),maddah (
Materi Dakwah yang meliputi
aqidah, syar’i, muamalah dan akhlak).
a) Da‟i( Pelaku Dakwah )
Da’isebagai komunikator,
sudah barang tentu
usahanya tidak hanya
terbatas pada usaha
menyampaikan pesan sematamata, tetapi dia harus juga concern
(perhatian) terhadap kelanjutan dari
efek komunikasinya terhadap komunikan, apakahpesan-pesan sudah
cukup membangkitkan rangsangan/dorongan bagi komunikan untuk
melakukan usaha tertentu
sesuai dengan apa yang diharapkan, ataukah komunikan tetap
pasif (mendengar tetapi tidak mau melaksanakan). Karena
komunikasi yang disampaikan itu membutuhkan
follow up (suatu
hal yang sangat
kurang diperhatikan da’i), maka
setiap da’i harus mampu mengidentifisir dirinya sebagai
pemimpin dari kelompok (jamaahnya). Dalam hal kepemimpinan yung harus dimiliki
oleh da’i hal-hal dibawah ini
merupakan faktor penunjang
yang cukup penting untuk diperhatikan, yaitu diantaranya:
1) Kebutuhan terhadap pengetahuan (need for
knowledge)
2) Kebutuhan pengembangan diri (need for
achievement)
3) Kebutuhan untuk membuktikan (need for
improvement)
Seorang da’i
tidak hanya menyapaikan
pesan/materi dakwah, akan tetapi
perlu memperhatikan psikologis
mad’u, mengingat bermacam-macam tipe manusia yang dihadapi da’i dan
berbagai jenis antara
dia dengan mereka
serta berbagai kondisi psikologis mereka,
setiap da’i yang
mengaharapkan sejuk dalam aktivitas dakwahnya
harus memperhatikan kondisi
psikologis mad’u. Seorang
da’ijuga harus mengetahui
tentang cara menyampaikan dakwah
tentang tauhid, alam
semesta, dan kehidupan, serta apa
yang di hadirkan dakwah untuk memberikan solusi, terhadap
problematika yang di
hadapi manusia, juga metode-metode yang
dihadirkannya untuk menjadikan
agar pemikiran dan prilaku
manusia tidak salah
dan tidak melenceng dari ajaran agama Islam.
Dalam
melaksanakan dakwah seorang da’iakan
menjumpai berbagai persoalan, baik mengenai pengertian, tujuan dakwah, cara
menghadapi mad‟u, macam-macam
jenis kegiatan yang
harus di wujudkan dalam
aktifitas dakwah, nilai-nilai
agama dan moral yang
harus kita cerminkan
dalam masyarakat, sikap
kita dalam menghadapi perubahan
sosial kaitannya dengan relevansi dakwah. Orientasi dakwah menuju masyarakat
industri dan problem-problem lainnya. Dari berbagai macam problem itu boleh
jadi kita berbeda pendapat filsafat yang kita anut atau kita miliki.
b) Mad‟u( Penerima Dakwah )
Mad‟u adalah
manusia yang menjadi
sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik sebagai
individu maupun kelompok, baik manusia yang beragama Islam
maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Dakwah
bertujuan untuk mengajak mereka
untuk mengikuti agama
Islam, sedangkan kepada
orangorang yang telah
baragama Islam dakwah
bertujuan untuk meningkatkan kualitas
iman, Islamdan ihsan.
Muhammd Abduh membagi
mad‟umenjadi tiga golongan yaitu :
1.Golongan cerdik
cendikiawan yang cinta
kebenaran, dapat berfikir secara
kritis dan cepat dalam menagkapi persoalan.
2.Golongan awam,
yaitu orang kebanyakan
yang belum dapat berfikir kritis
dan mendalam, serta
belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
3.Golongan
yang berbeda dengan golongan kedua
tersebut, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu
saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam.
Maddah/materidakwah
adalah isi pesan atau materi yang di sampaikan
khatib kepada mad‟u. Keseluruhan pesan yang lengkap dan luas
akan menimbulkan tugas
bagi khatibuntuk memilih
dan menentukan tema penyampaian/pesan
dakwah. Sehingga nantinya dapatdisesuaikan dengan
memperhatikan situasi dan
kondisi serta waktu yang
ketikapesan tersebut disampaikan
kepada mad‟u. Adapun pesan itu di
kelompokanmenjadi tiga tema yaitu :
Aqidah, Syariah, Akhlaq.
Dalam hal
ini sudah jelas
yang menjadi
maddah/materidakwah adalah ajaran
Islam itu sendiri.
Secara umum materi dakwah
dapat di klarifikasikan menjadi
empatmasalah pokok, yaitu :
1.Masalah
Aqidah ( Keimanan/Kepercayaan )
Masalah
pokok yang menjadi materi dakwah adalah aqidah Islamiyah. Aspek
aqidah ini yang
akan membentuk moral manusia. Oleh
karena itu pertama
kali yang di
jadikan materi dalam dakwah Islam
adalah masalah aqidah atau keimanan.
2. Masalah Syariah (Hukum)
Hukum atau
syariah sering disebuat
sebagai cermin peradaban dalam
pengertian bahwa ketika
ia tumbuh matang dan
sempurna, maka peradaban
mencerminkan dirinya dan hukum-hukumnya. Pelaksanaan
syariah merupakan sumber yang
melahirkan peradaban Islam,
yang melestarikan dan melindunginya dalam
sejarah. Syariah yang
menjadi kekuatan peradaban di
kalangan kaum muslimin.
Syar’i dalam
Islam adalah hubungan
erat dengan amal (lahir)
nyata dalam rangka
mentaati semua peraturan
atau hukum Allah SWT guna
mengatur hubungan antar
manusia dengan Tuhannya dan
mengatur pergaulan hidup antar sesama manusia yakni meliputi:
a. Ibadah (dalam arti khas)
b. Shalat adalah suatu ibadah yang mengandung
perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam.
c. Zakat
adalah ibadah maliyah
yang diperuntukan memenuhi kebutuhan
pokok orang-orang yang membutuhkan (miskin).
d. Puasa
adalah suatu ibadah
yang diperintahkan Allah SWT yang dilaksanakan
dengan cara menahan
makan dan minum serta
hubungan seksual dari
terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
e. Haji
adalah perjalanan mengunjungi
ke ka’bah untuk melakukan ibadah
tawaf, sa‟i, wukuf
dan manasikmanasik lain
untuk memenuhi panggilan
Allah SWT serta mengharapkan
keridhoanya.
3.Muamalah
meliputi:
Muamalah
(hukum niaga) mengenai masalah hukum perniagaan atau perdagangan,
dapat dibedakan menjadi
dua macam, pertama bentuk
perdagangan yang halal disebut ba‟i
(jual beli) sedangkan yang haram disebut riba
4.
Masalah Akhlak
Masalah
Akhlak juga penting utuk disampaikan dalam dakwah
Namun
untuk menjadi seorang da’i harus memenuhi beberapa hal:
1.hendaknya
ia mengilmu apa yang ia dakwahkan. Yaitu ia memiliki ilmu tentang syariat Allah
hingga ia tidak mendakwahkanorang kepada kesesatan dalam keadaan tidak
menyadarinya atau tidak mengetahuinya. Maka seorang da’i itu harus belajar
terlebih dahulu mengenai apa-apa yang hendak ia dakwahkan dan mempelajari
amalan-amalan yang akan ia dakwahkan, mempelajari pendapat-pendapat yang akan
ia dakwahkan, mempelajari apa saja amalan-amalan yang dilarang agama, dan
semisalnya
2.
hendaknya ia memahami kondisi orang-orang yang didakwahi. Karena objek dakwah
itu bermacam-macam keadaannya. Di antara mereka ada yang memiliki ilmu sehingga
da’i membutuhkan kekuatan ilmu dalam debat dan diskusi. Di antara mereka ada
yang tidak berilmu. Di antara mereka ada yang keras kepala, dan ada pula yang
tidak keras kepala. Intinya keadaan mereka berbeda-beda, bahkan penerapan
hukumnya juga akan berbeda karena perbedaan kondisinya. Oleh karena itu ketika
Nabi Muhammad SAW mengutus Muadz ke
Yaman beliau bersabda yang artinya:
“engkau
akan mendatangi sebuah kaum dari ahlul kitab”
Rasulullah
menjelaskan kepada Muadz mengenai keadaan objek dakwahnya, sehingga ia siap
untuk menyikapi mereka dengan sikap yang sesuai.
3.
hendaknya bersikap hikmah dalam dakwahnya. Yaitu ia menyikapi orang yang
didakwahi dengan sikap yang sesuai dan menyikapi setiap persoalan dengan sikap
yang sesuai pula. Kemudian ia memulai dakwahnya dari hal yang paling urgen baru
setelah itu hal yang urgensinya dibawahnya. Karena Nabi SAW ketika mengutus
Muadz ke Yaman beliau bersabda:
“hendaklah
yang pertama engkau sampaikan kepada mereka ialah syahadat “La ilaha illallah
Muhammad Rasulullah”. Jika mereka telah mematuhi apa yang engkau dakwahkan itu,
maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan kepada mereka shalat
lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu dakwahkan
itu, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat
yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada
orang-orang faqir di antara mereka”(HR.Bukhari Muslim). Nabi SAW mengurutkan
prioritas dakwah sesuai dengan tingkat urgensinya. Bukan sikap yang hikmah jika
engkau melihat orang yang kafir sedang merokok lalu engkau larang ia merokok
sebelum mengajaknya kepada Islam. Ini adalah poin yang sangat penting yang
banyak dilalaikan pada da’i, karena banyak diantara mereka begitu terikat pada
perkara-perkara parsial tanpa melihat secara komprehensif.
4.
hendaknya da’i memiliki akhlak yang baik dalam perkataan, perbuatan, dan
penampilan yang baik. Maksudnya penampilan yang baik adalah penampilan yang
layak untuk seorang da’i. Juga
perbuatannya
dan perkataannya layak untuk seorang da’i. Yaitu hendaknya ia berhati-hati dan
tenang dalam berkata dan berbuat, memiliki pandangan yang mendalam. Sehingga ia
tidak mengesankan bahwa agama itu sulit, selama masih bisa untuk dihindari
kesan tersebut. Dan hendaknya ia tidak mengambil sikap yang keras selama masih
bisa berlemah lembut. Demikianlah semestinya seorang insan ketika ia hendak
berdakwah kepada orang-orang kepada agama Allah SWT. Karena banyak orang yang berdakwah
kepada orang-orang terkadang ia perbuatan dan perkataannya tidak mencerminkan
apa yang ia dakwahkan, karena menyelesihi apa yang ia dakwahkan sendiri. Padahal
ada sebagian orang yang sudah menjadi da’i bil haal (dakwah dengan praktek) sebelum ia berdakwah
dengan lisannya (ceramah), yaitu ketika orang-orang melihatnya mereka bisa
mengingat Allah azza wa jalla, hati mereka jadi tenang, dan mereka punya kecondongan
hati pada kebenaran. Maka hendaknya para da’i memperhatikan masalah-masalah ini
agar dakwahnya diterima orang-orang dengan lebih sempurna.
Dari beberapa
definisi di atas
secara singkat dapat
disimpulkan bahwa dakwah merupakan suatu aktivitas
yang dilakukan oleh informan ( da’i ) untuk menyampaikan informasi
kepada pendengar ( mad’u)
mengenai kebaikan dan mencegah
keburukan. Aktivitas tersebut
dapat dilakukan dengan
menyeru, mengajak atau kegiatan persuasif lainnya. Dakwah menjadikan
perilaku Muslim dalam
menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin yang harus didakwahkan kepada seluruh manusia, yang dalam
prosesnya melibatkan unsur:
da’i (subyek), maaddah
(materi), thoriqoh (metode), wasilah
(media), dan mad’u
(objek) dalam mencapai maqashid (tujuan)
dakwah yang melekat
dengan tujuan Islam
yaitu mencapai kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat[5]. Islam
sebagai agama merupakan
penerus dari risalah-risalah yang
dibawa nabi terdahulu, terutama
agama-agama samawi seperti
Yahudi dan Nasrani. Islam diturunkan
karena terjadinya distorsi
ajaran agama, baik
karena hilangnya sumber ajaran
agama sebelumnya ataupun
pengubahan yang
dilakukan
pengikutnya. Dalam agama Nasrani misalnya, hingga saat ini belum ditemukan kitab suci yang asli. Karena dakwah
merupakan aktivitas amar
ma’ruf nahi mungkar,
dakwah tidak selalu berkisar
pada permasalahan agama
seperti pengajian atau kegiatan
yang dianggap sebagai kegiatan keagamaan lainnya.
Paling tidak ada tiga pola yang dapat
dipahami mengenai dakwah.
a.
Dakwah Kultural
Dakwah kultural
adalah aktivitas dakwah
yang mendekatkan pendekatan Islam
Kultural, yaitu: salah
satu pendekatan yang
berusaha meninjau kembali kaitan
doktrinasi yang formal
antara Islam dan
negara. Dakwah kultural merupakan
dakwah yang mendekati
objek dakwah ( mad’u) dengan memperhatikan
aspek sosial budaya
yang berlaku pada
masyarakat. Seperti yang telah
dilaksanakan para muballigh
dahulu (yang dikenal
sebagai walisongo) di mana
mereka mengajarkan Islam
menggunakan adat istiadat dan
tradisi lokal. Pendekatan
dakwah melalui kultural
ini yang menyebabkan banyak masyarakat
yang tertarik masuk
Islam. Hingga kini
dakwah cultural ini masih
dilestarikan oleh sebagian umat Islam di Indonesia.
b.
Dakwah Politik
Dakwah politik
adalah gerakan dakwah
yang dilakukan dengan menggunakan kekuasaan
(pemerintah); aktivis dakwah
bergerak mendakwahkan ajaran Islam
supaya Islam dapat
dijadikan ideologi negara, atau
paling tidak setiap
kebijakan pemerintah atau
negara selalu diwarnai dengan nilai-nilai
ajaran Islam sehingga
ajaran Islam melandasi
kehidupan politik bangsa. Negara
dipandang pula sebagai
alat dakwah yang
paling strategis. Dakwah
politik disebut pula
sebagai dakwah struktural.
Kekuatan dakwah struktural ini
pada umumnya terletak
pada doktrinasi yang dipropagandakannya. Beberapa
kelompok Islam gigih
memperjuangkan dakwah jenis ini menurut pemahamannya.
c.
Dakwah Ekonomi
Dakwah ekonomi
adalah aktivitas dakwah
umat Islam yang
berusaha mengimplementasikan
ajaran Islam yang
berhubungan dengan proses-proses ekonomi guna
peningkatan kesejahteraan umat
Islam. Dakwah ekonomi berusaha untuk
mengajak umat Islam
meningkatkan ekonomi dan kesejahteraannya. Ajaran
Islam dalam kategori
ini antara lain;
jual-beli, pesanan, zakat, infak dan lain sebagainya.
2.2 DAKWAH SEBAGAI AMAR MA’RUF NAHI
MUNGKAR
Sebagaimana
pengertian dari Dakwah diatas bahwa Dakwah merupakan ajakan, himbauan kepada
umat islam, tentu saja berdakwah menganjurkan kepada hal-hal yang baik dan
mencegah hal-hal yang buruk kepada masyarakat.
2.2.1
PENGERTIAN AMAL MA’RUF NAHI MUNGKAR
Amar ma'ruf nahi munkar (al`amru
bil-ma'ruf wannahyu'anil-mun'kar) adalah sebuah frasa dalam bahasa Arab yang
maksudnya sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik
dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat.
Menurut ilmu bahasa, Amar = menyuruh,
ma’ruf = kebaikan, nahi = mencegah, munkar = kejahatan. Arti amar ma’ruf nahi
munkar ialah menyuruh kapada kebaikan
dan mencegah kejahatan.
Agama Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar . Amar Ma’ruf merupakan
pilar dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan
kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar
bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Bahkan
Allah swt beserta RasulNya mengancam dengan sangat keras bagi siapa yang tidak
melaksanakannya sementara ia mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam hal
tersebut.
Setiap
orang memiliki kedudukan dan kekuatan sendiri-sendiri untuk mencegah kemungkaran.
Dengan kata lain, hadis tersebut menunjukkan bahwa umat Islam harus berusaha
melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar menurut kemampuannya, sekalipun hanya
melalui hati. Ada beberapa karakter masyarakat dalam menyikapi amar ma’ruf nahi
munkar.Antara lain :
1.Memerintahkan
yang ma’ruf dan melarang yang munkar , atau dinamakan karakter orang mukmin.
2.Memerintahkan
yang munkar dan melarang yang ma’ruf, atau dinamakan karakter orang munafik.
3.Memerintahkan
sebagian yang ma’ruf dan munkar , dan melarang sebagian yang ma’ruf dan munkar, Ini adalah karakter orang yang suka berbuat
dosa dan maksiat.
Dengan
melihat ketiga karakter tersebut, maka sudah jelas bahwa tugas beramar ma’ruf
nahi munkar bukanlah hanya tugas seorang da’i, mubaligh, ataupun ustadz saja,
namun merupakan kewajiban setiap muslim. Dan ini merupakan salah satu kewajiban
penting yang diamanahkan Rasulullah SAW kepada seluruh kaum muslim sesuai
dengan kapasitasnya masing-masing.
Rasulullah
mengingatkan, agar siapa pun jika melihat kemunkaran, maka ia harus mengubah
dengan
tangan, dengan lisan, atau dengan hati, sesuai dengan kapasitas dan
kemampuannya.
Begitu
juga Imam al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, beliau menekankan, bahwa
aktivitas“amar ma’ruf dan nahi munkar” adalah
kutub terbesar dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang penting, dan karena
misi itulah, maka Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas ‘ amar ma’ruf nahi munkar’
hilang, maka syiar kenabian hilang, agama menjadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan
akan merajalela, satu negeri akan binasa. Begitu juga umat secara keseluruhan.
Rukun Amar Makruf Nahi
Munkar
Menurut
imam ghazali Amar ma’ruf nahi munkar memiliki empat rukun, yaitu:
Al-Muhtasib
(Pelaku amar ma’ruf nahi munkar)
Al-Muhtasab
‘ alaihi (orang yang diseru)
Al-muhtasab
fih (perbuatan yang diseruhkan)
Al-Ihtisab
(Perbuatan amar ma’ruf nahi munkar itu sendiri)
Kaedah
yang harus diperhatikan bagi Pelaku Amar Makruf Nahi Munkar , Pelaku amar
ma’ruf nahimunkar hendaknya menghiasi dirinya dengan sifat terpuji dan akhlak
mulia. Di antara sifat pelaku amar ma’ruf nahi munkar yang terpenting adalah:
Ikhlas
Hendaklah
seorang pelaku amar ma’ruf nahi munkar manjadikan tujuannya keridhaan Allah
semata, tidak mengharapkan balasan dan syukur dari orang lain. Demikianlah yang
dilakukan para Nabi, Allah berfirman Yang artinya:
“Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu
atas ajakan itu, upahku tidak lain hanyalah dari
Rabb
semesta alam”. QS.Asy-Syu’ araa` :145
Kerena
masyarakat umumnya belum mengerti mana yang ma’ruf dan mana yang mungkar
.Syeikhul Islam Ibnu T aimiyah berkata: “Niat terpuji yang diterima Allah dan
menghasilkan pahala adalah yang semata-mata untuk Allah. Sedangkan amal terpuji
lagi sholeh adalah itu yang diperintahkan Allah”. Jika hal itu menjadi batasan
seluruh amal sholih, maka wajib bagi pelaku amar ma’ruf nahi munkar memiliki
keriteria tersebut dalam dirinya, dan tidak dikatakan amal sholih apabila
dilakukan tanpa ilmu dan fiqih, sebagaiman pernyataan Umar bin Abdil Aziz:
“Orang yang menyembah Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkannya
labih besar dari kemaslahatan yang dihasilkannya”. Ini sangat jelas, karena
niat dan amal tanpa ilmu merupakan kebodohan, kesesatan dan mengikuti hawa
nafsu. Maka dari itu ia harus mengetahui kema’rufan dan kemunkaran dan dapat membedakan
keduanya serta harus memiliki ilmu tentang keadaan yang diperintah dan
dilarang.
Rifq
Rifq
(lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan serta selalu mangambil yang
mudah). Dalam
kisah
Nabi Musa Allah berfirman yang artinya :
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’ aun,
sesungguhnya dia telah malampaui batas maka berbicalah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut”. QS.
Thoha : 43-44
Sabar
Kesabaran
merupakan perkara yang sangat penting dalam seluruh perkara manusia, apalagi
dalam amar ma’ruf nahi munkar , karena pelaku amar ma’ruf nahi munkar bergerak
di medan perbaikan jiwanya dan jiwa orang lain. Sehingga Luqman mewasiati
anaknya untuk bersabar dalam amar ma’ruf nahi munkar :
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqmaan :17.
Syarat-Syarat
Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar
Perlu diketahui
bahwasanya hukum wajib
yang telah dijelaskan
di atas, nantilah
berlaku jika telah terpenuhi syarat-syarat
terlaksananya amar ma’ruf
dan nahi mungkar .
Imam Ibnun Nuhhas-rahimahullah berkata dalam Tanbihul Ghofilin hal.33, “Disyaratkan akan
wajibnya amar ma’ruf
dan nahi mungkar 3 syarat: Islam, mukallaf, dan mempu”. Berikut
uraiannya :
1. Islam.
Karena tujuan amar
amar ma’ruf dan
nahi mungkar adalah
untuk menegakkan syari’ at Allah dan
untuk menyuruh manusia
melaksanakan perintah dan meninggalkan
larangan, dan hal
ini tidak boleh dikerjakan oleh seorangpun kecuali oleh seorang yang
muslim.
2. Mukallaf,
dalam artian memiliki
akal dan telah
balig. Akan tetapi
jika ada anak
kecil yangmengingkari kemungkaran,
maka hal itu
diperbolahkan dan tidak
boleh ada seorangpun
yang melarangnya, karena hal itu adalah ibadah dan dia berhak untuk melakukannya
walaupun belum wajib atasnya. Demikian pula wajib atas budak dan wanita jika
memiliki kemampuan.
3. Mampu. Ini
merupakan syarat wajib
untuk seluruh ibadah,
karena Allah -Subhanahu
wa T a’ alatelah menegaskan di
dalam firman-Nya”
Yang artinya “ Allah tidak
membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a), [“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orangorang yang
sebelum kami. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa
yang tak sanggup kami
memikulnya. Beri ma`aflah
kami; ampunilah kami;
dan rahmatilah kami.
Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang
kafir”]”. (QS. Al-Baqarah : 286)
Sebagaimana kewajiban-kewajiban
syari’ at yang lain, jika dia
ditinggalkan maka akan mengakibatkan banyak
kejelekan dan kerusakan.
Demikian halnya dengan kewajiban
amar ma’ruf dan nahi mungkar , kapan ditinggalkan
padahal dia mampu
untuk melaksanakannya, maka
akan timbul kejelekan
dan kerusakan yang banyak. Berikut di antaranya:
1. Orang
yang Meninggalkan amar ma’ruf dan
nahi mungkar padahal dia mampu adalah orang yang telah berbuat
maksiat, walaupun dia
sendiri tidak mengerjakan kemungkaran
tersebut, karena meninggalkan maksiat
dan melarang dari
yang mungkar keduanya
merupakan kewajiban dalam agama
yang jika ditinggalkan
salah satunya maka
berarti dia telah
berbuat maksiat kepada Tuhannya.
2. Diam dari kemungkaran menunjukkan
akan penyepelean dia
terhadap maksiat dan menganggap enteng perintah-perintah dan
larangan-larangan Allah.
3. Orang yang
Meninggalkan amar ma’ruf
dan nahi mungkar
telah kehilangan kecemburuan terhadap larangan-larangan Allah,
dan ini merupakan tanda yang besar akan kurangnya pengagungan dia terhadap
Allah -T a’ ala-.
4. Diam dari
kemungkaran mendorong para
pelaku maksiat dan
kefasikan untuk memperbanyak maksiat dan
kefasikan mereka, hal
ini dikarenakan tidak
ada seorangpun yang
mencegah atau minimal menasehati
mereka sehingga mereka (para
pelaku maksiat) bertambah
keberanian dan kekuatannya, dan
sebaliknya keberanian dan kekuatan ahlil iman akan melemah.
5. Meninggalkan amar
ma’ruf dan nahi mungkar akan
menyebabkan sirnanya imu dan merebaknya kebodohan tentang
agama. Karena maksiat,
jika dia dilakukan
terus-menerus oleh banyak
manusia tanpa adanya pengingkaran
dari orang-orang yang
berilmu, maka orang
yang bodoh akan menyangkan bahwa
perbuatan tersebut bukanlah
maksiat bahkan terkadang
dia menganggapnya sebagai
suatu ibadah yang baik. Dan
kerusakan apakah yang lebih besar daripada meyakini halalnya apa yang Allah haramkan,
atau memandang benar suatu kebatilan?!
6. Sesungguhnya mendiamkan
kemungkaran ketika para
pelaku maksiat melakukan kemaksiatan secara terang-terangan merupakan
persetujuan, izin, serta
seruan untuk mencontoh
dan mengikuti pelaku maksiat
tersebut.
Karena banyaknya
kerusakan yang ditimbulkan
dari mendiamkan kemungkaran,
maka wajar jika mendiamkan kemungkaran
-padahal dia mampu
untuk mencegah atau
menghilangkannya mengharuskan
adanya siksaan hissiah
(yang dirasakan oleh
panca indera) atau
ma’nawiyah. Dan sebesar-besar siksaan
yang menimpa manusia
adalah siksaan ma’nawiyah
berupa matinya hati sehingga
dia tidak mengetahuinya
baiknya kebaikan dan
mungkarnya kemungkaran, tidak membenarkan kebenaran dan tidak menyalahkan kebatilan, tidak bisa membedakan antara yang baik dengan yang
jelek. Adapun siksaan
hissiyah berupa (kebinasaan)
pada harta, jiwa,
dan anak-anak, atau dengan
dikuasakannya musuh atas mereka.
2.2.2 DALIL TENTANG
AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR
Mengajak kepada
kebaikan dan mencegah
kemungkaran merupakan ciri
utama masyarakat orang-orang
yang beriman; setiap
kali al-Qur'an memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat
orang-orangberiman yang benar, dan menjelaskan
risalahnya dalam kehidupan ini, kecualiada perintah yang jelas, atau anjuran
dan dorongan bagi
orang-orang beriman untuk
mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran, maka
tidak heran jika masyarakat muslim menjadi masyarakat
yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran; karena kebaikan negara
dan rakyat tidak sempurna kecuali dengannya. Al-Qur'an al karim telah
menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan umat Islam
istimewa adalah karena
ia mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah:
Beberapa
dalil-dalil Al-qur’an dan Hadist mengenai Amar Ma’ruf Nahi Mungnkar antara
lain:
1.Dalil
Al-Qur’an dalam surah Ali-Imran Ayat 104.
“dan hendaklah
ada di antara
kamu segolongan umat
yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang
beruntung. ” ( QS. Ali- Imran: 104),
Q.s
Ali irman ayat 110.
Yang artinya: “Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang mungkar , dan beriman kepada Allah”. [Al-Imran :110].
Ayat ini
mengedepankan mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran atas
iman, padahal iman
merupakan dasar bagi setiap
amal shalih, sebagai isyarat tentang
pentingnya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada
kemungkaran, dimana umat
Islam dikenal dengannya, bahkan ia merupakan ciri utama
yang membedakannya dari umat-umat lain, dan dilahirkan bagi umat manusia untuk
melaksanakankewajiban mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
2. Dalil dari As-Sunnah
Artinya: Dari Abu Said
Al-Khudri ra berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “barangsiapa diantara
kalian melihat kemungkaran,
maka hendaklah ia
mengubahnya dengan tangannya.
Jika ia tidak mampu, maka dengan
lisannya, dan jika tidak mampu dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman. ”
Sedangkan Ijma’ kaum muslimin, telah
dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Ibnu Hazm Adz Dzahiriy , beliau berkata,
“Seluruh umat telah bersepakat mengenai kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar ,
tidak ada perselisihan diantara mereka sedikitpun”.
2. Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata, ”
Allah SWT telah menegaskan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar melalui beberapa
ayat dalam Al Qur’ an, lalu dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadits yang
mutawatir . Dan para salaf serta ahli fiqih Islam telah berkonsensus atas
kewajibannya”.
3. An-Nawawi berkata, ”telah banyak dalil-dalil
Al Qur’ an dan Sunnah serta Ijma yang menunjukkan kewajiban amar ma’ruf nahi
mungkar”
.
4. Asy-Syaukaniy berkata, ” Amar ma’ruf nahi
mungkar termasuk kewajiban, pokok serta rukun syari’ at terbesar dalam syariat.
Dengannya sempurna aturan Islam dan tegak kejayaannya”
Sehingga
Jelaslah kewajiban seorang umat muslim untuk beramar ma’ruf nahi mungkar
Dalam beramar ma’ruf nahi mungkar,
perlu juga kita tinjau hal-hal yang dilakukan dalam beramar ma’ruf nahi mungkar
seperti bagaimana adab-adab baramar ma’ruf dan nahi mungkar, adab-adab tersebut
agar amar ma’ruf dan nahi mungkar dapat berjalan dengan baik dan memperoleh
hasil yang efektif maka fihak yang akan melaksanakan amar maruf dan nahi
mungkar harus memperhatikan adab-adabnya:
1. Menguasai
berbagai disiplin ilmu Islam, yaitu seorang yang akan melakukan amar ma’ruf dan
nahi mungkar harus mengetahui ilmu-ilmu yang terkait dengannya seperti ilmu
tentang ruang lingkup ma’ruf dan mungkar , realita masyarakat dan dampaknya
jika dilakukan. Ia juga harus mengetahui tentang kondisi sosiologis manusia
yang menjadi obyeknya.
2. Bertakwa
kepada Allah dan berakhlak mulia, sehingga jangan sampai ia menyuruh sesuatu
yang ia tidak kerjakan atau sebaliknya melarang sesuatu yang justru masih ia
kerjakan. Allah swt berfirman:
Hai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada
kamu kerjakan.
3. Dilakukan
dengan lembut dan bijaksana sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur’ an:
Yamg
artinya“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”(An-Nahl 125).
4. Sabar
dan tahan uji, karena memang amar ma’ruf dan nahi mungkar membutuhkan kesabaran
dan tahan uji jika tidak maka mungkin akan berhenti melakukannya.
5. Ikhlas,
yaitu dalam melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar harus dilandasi niat yang
ikhlas bukanuntuk mencari popularitas atau untuk menjatuhkan obyeknya.
6. Dalam
melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar jangan sampai menimbulkan kemungkaran
yang lebih besar .
7. Obyek
yang menjadi amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah sesuatu yang telah disepakati
ma’rufnya atau mungkarnya.
Dakwah sebagai sarana
amar ma’ruf nahi mungkar
Dalam
pembahasan di atas, sudah terlihat jelas bahwa Dakwah adalah ajakan atau
himbauan yang dilakukan kepada setiap muslim untuk melakukan kebaikan dan
mencegah kepada kejahatan, yang tentunya semua perbuatan itu di dasari dari
Al-Qur’an dan Hadist.
2.3 PENGEMBANGAN
DAKWAH DALAM MASYARAKAT
Dakwah merupakan
tugas suci dan
abadi bagi segenap
umat Islam. Dengan
dakwah, Islam dapat menyebar dan mengakar
ke seluruh pelosok daerah. Sehingga
buah dari dakwah dapat kita saksikan
dan rasakan di tengah-tengah
masyarakat. Di antaranya
dakwah sangat berperan
dalam membina dan mengembangkan masyarakat utama sesuai
dengan cita-cita ideal ajaran Islam yang rahmatan lil-‘ alamin.
Dakwah pada
dasarnya merupakan kegiatan
untuk memperbaiki dan
mengembangkan masyarakat.
Karena itu, tujuan
dan target dakwah
adalah membimbing manusia
menuju cita-cita idealnya. Kalau
istilah Alquran, ”Mengeluarkan
manusia dari kegelapan
Jahiliyah menuju cahaya Islam yang terang benderang... ” (Q.S. Ibrâhîm [14]:1). Sedangkan menurut Quraish Shihab (1996:56), cita-cita ideal
umat Islam itu
adalah menciptakan bayang-bayang
surga dunia. Beliau mengemukakan, ”Cita-cita
sosial yang ideal
(terbaik) nenurut pandangan
Alquran adalah menciptakan bayang-bayang
surga di bumi. ”
Inilah target dan
tujuan yang hendak
dicapai dari aktivitas dakwah
yang dilakukan oleh segenap umat
Islam. Di sinilah
pentingnya memahami bagaimana
peranan dakwah dalam pembinaan
masyarakat utama sebagaimana yang
dicita-citakan dalam Islam.
Suatu hal
yang tidak dapat
dipungkiri, bahwa perkembangan
masyarakat semakin
mengalami perubahan
ke arah kemajuan seiring dengan
kemajuan teknologi, komunikasi
dan informasi.
Alvin T offler Alvin
Toffler,(1981) seorang
futurolog pernah mengatakan
bahwa perkembangan
dunia dibagi menjadi
tiga zaman, yaitu:
agriculture era, industrialitation era,
dan era information.
Zaman ini disebut
juga era globalisasi
karena dunia ini tidak lagi dibatasi jarak dan waktu.
Kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi
membawa dua dampak
yaitu dampak positif dan
negatif. Sisi positifnya
dapat dilihat dengan
masuknya informasi lewat
media massa baik elektronik
maupun cetak. Kemajuan
teknologi informasi dan
komunikasi
tersebut dapat
membawa kemudahan bagi
manusia, memperkaya informasi,
menambah wawasan kecerdasan dan
lain-lain. Selain sisi
positif tersebut juga
membawa dampak
negatif seperti
halnya apa yang
disaksikan melalui realitas
yang ada sekarang.
Kedua dampak inilah yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat. Islam sebagai agama
dakwah melalui ajarannya
telah memberikan solusi
alternatif bagi pemecahan masalah.
Dakwah pada hakekatnya
merupakan upaya untuk mempengaruhi
seseorang dalam bertindak
dan berperilaku. Dengan
dakwah diharapkan mampu mengubah kepribadian secara individu
maupun kolektif. (Bahri Ghazali, 1997: 45) Dalam pengertian
immaterial, berarti dakwah
sebagai aktivitas yang
mampu melakukan perubahan perilaku
dan pola pikir ,
sehingga orientasi pemikiran manusia
menuju ke arah yang lebih positif.Oleh Karena itu
dakwah dalam Islam adalah aktivitas yang
sangat mulia yang oleh istilah
al-Qur’ an ahsanu Qaulan
yakni perkataan dan
perbuatan yang terbaik. (Q.S. Fushilat : 33).
Dalam Islam,
sasaran dakwah adalah
seluruh umat manusia
(masyarakat). Keberhasilan
dakwah ditentukan
oleh faktor-faktor yang
berpengaruh, salah satu
diantaranya adalah
adanya
lingkungan mad’u yang dikenal sebagai masyarakat.
Hubungan
Dakwah dan Perkembangan Masyarakat
Masyarakat adalah
kumpulan sekian banyak
individu kecil atau
besar yang terikat
oleh
satuan, adat,
ritus atau hukum
khas, dan hidup
bersama. (M. Quraish
Shihab, 1996: 319).
Manusia adalah
makhluk sosial, Q.S.
al-Hujurat ayat 13
secara tegas Allah
menyatakan bahwa manusia diciptakan
terdiri dari laki-laki
dan perempuan, bersuku-suku
dan berbangsa-bangsa agar mereka
saling mengenal. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa menurut
al-Qur’ an manusia secara
fitri adalah makhluk
sosial dan hidup bermasyarakat adalah merupakan suatu keniscayaan bagi mereka. Gerakan sosial adalah tindakan kolektif
yang terorganisir secara
longgar untuk menghasilkan
perubahan dalam masyarakat(Piot Sztompka,
2004: 325). Giddens
dalam J. Dwi
Narwoko, 2004: 342)
mengatakan kita
hidup di era
perubahan sosial yang
mengagumkan, yang ditandai dengan transformasi
yang sangat berbeda
dari yang pernah
terjadi sebelumnya. Yang demikian
itu berarti bahwa
realitas sosial adalah
sebuah perubahan. Perubahan
yang terjadi dalam sebuah
komunitas masyarakat adalah
perubahan yang bersifat
positif dan negatif. Selanjutnya
Ginsberg, mengatakan bahwa
perubahan sosial sebagai
suatu perubahan penting dalam
struktur sosial, termasuk
di dalamnya perubahan
norma, nilai dan fenomena
kultural. Suatu hal
yang perlu diperhatikan
adalah kenyataan adalah bahwa
setiap masyarakat selalu
mengalami perubahan-perubahan termasuk
pada masyarakat primitif dan
masyarakat kuno sekalipun.
Islam sebagai ajaran
ilahi yang sempurna dan
paripurna memuat berbagai
aspek yang terkait
dengan hidup dan kehidupan
manusia, termasuk di
dalamnya aspek perubahan.
Konsep mengenai perubahan
masyarakat termuat dalam kitab suci umat
Islam yaitu al-Qur’ an misalnya Q.S. Yusuf
ayat 11, “ sesungguhnya Allah tidak akan merubah apa yang terdapat pada keadaan suatu kaum
atau masyarakat, sehingga
mereka mengubah apa
yang terdapat dalam
diri (sikap mental) mereka. Ayat
tersebut berbicara tentang
dua macam perubahan
dengan dua pelaku.
Pertama, perubahan masyarakat yang
pelakunya adalah Allah
SWT dan yang
kedua perubahan keadaan diri manusia
yang pelakunya adalah manusia.
Perubahan yang dilakukan Tuhan terjadi
secara pasti melalui
hukum-hukum masyarakat yang
ditetapkannya. Hukumhukum tersebut
tidak memilih atau
membedakan antara satu
masyarakat dengan masyarakat lain. Siapapun yang mengabaikan akan digilasnya, sebagaimana yang terjadi kini
dan pada masyarakat
Islam, dan sebagaimana
yang pernah terjadi
pula pada masyarakat yang
dipimpin Nabi Muhammad SAW. (M. Quraish Shihab, 1993: 246). Setiap masyarakat
memiliki ciri-ciri yang melekat padanya,
terutama masalah watak sikap atau
perilaku masyarakat itu.
Pada dasarnya setiap
anggota masyarakat memiliki karakter yang
berbeda sesuai dengan
budayanya masing-masing. Hal
ini tentu merupakan salah
satu ciri daripada
masyarakat. Sebab pada
hakekatnya masyarakat merupakan kelompok
orang yang berkumpul
dalma suatu tempat
yang melakukn suatu kesepakatan bersama untuk dipatuhi
(Bahri Ghazali, 1997: 46). Dengan demikian
tampak bahwa dakwah dan perkembangan serta kemajuan masyarakat berkaitan erat
bahkan tidak dapat
dipisahkan. Dakwah merupakan
tuntunan dalam menata kehidupan masyarakat demi kemaslahatan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Problematika Dakwah
dalam Menghadapi Perkembangan Masyarakat
Persoalan yang
dihadapi sekarang adalah
tantangan dakwah yang
semakin hebat, baik yang bersifat internal
maupun eksternal. Tantangan
itu muncul dalam
berbagai bentuk
kegiatan masyarakat
modern, seperti perilaku
dalam mendapatkan hiburan
(entertainment),
kepariwisataan dan
seni dalam arti
luas, yang semakin
membuka peluang munculnya kerawanan moral dan etika. Kerawanan
moral dan etika itu muncul semakin transparan dalam bentuk pornografi dan pornoaksi karena
didukung oleh kemajuan
alat-alat teknologi informasi
seperti televisi, DVD/VCD, jaringan
internet, hand phone dengan pasilitas
canggih dan sebagainya. Demoralisasi itu senantiasa
mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum
minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang
atau malam. Akibatnya
masyarakat mengalami apa
yang disebut dengan pendangkalan budaya moral dan
kehilangan rasa malu. Permasalahan ini semakin kompleks terutama setelah
terbukanya turisme internasional di berbagai
kawasan, hingga menjangkau
wilayah yang semakin
luas dan menjerat
semakin banyak generasi muda dan remaja yang kehilangan jati diri,
krisis iman dan ilmu. Hal yang terakhir ini semakin buruk dan mencemaskan
perkembangannya karena hampir-hampir tidak ada lagi batas antara kota dan desa,
semuanya telah terkontaminasi dalam eforia kebebasan yang tidak kenal batas.
Terjadinya
ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang tidak boleh
dibiarkan
lewat begitu saja. Umat Islam harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan
memperkuat aqidah
yang berpadukan ilmu
dan teknologi. Tidak
sedikit umat yang
telah
menjadi korban
dari efek globalisasi
informasi yang membuat
identitas keislamannya
Dakwah
dan Problematika Umat Islam (Nurhidayat Muh. Said) mengalami pengaburan
dan masa depan
generasi muda semakin
suram. Jika umat
Islam terlena oleh kemewahan
hidup dengan berbagai
pasilitasnya, maka secara perlahan
akan meninggalkan ajaran agama.
Dengan demikian akan
terjadi kehampaan rohani
yang justru merusak kepribadian
setiap umat manusia. Di
samping itu kelemahan
dan ketertinggalan umat Islam
dalam mengakses informasi
dari waktu ke
waktu, pada gilirannya juga
akan membuat langkah-langkah dakwah kita semakin tertinggal.
Pada
dasarnya kemajuan arus globalisasi informasi telah membawa pengaruh yang sangat
besar terhadap
tatanan kehidupan masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri
bahwa peradaban modern yang
sudah mengglobal telah
memberikan kemudahan bagi
umat manusia dalam
menjalani aktivitas
kehidupannya
Berbagai Problema Dasar
Umat
a. Problema
Aqidah
Pembangunan yang
dicanangkan adalah bukan
hanya pembangunan ekonomi,
social kemasyarakatan saja tetapi juga menyangkut pembangunan rohani
dalam artian pembangunan
manusia
seutuhnya. Hal ini perlu disadari mengingat pembangunan yang selama ini
dirasakan
lebih banyak
memperhatikan aspek fisik jasmani
dibandingkan dengan pembangunan
pada
bidang rohani
(mental spritual). Akibatnya
kemajuan di bidang
pembangunan fisik terasa
begitu
cepat, munculnya gedung-gedung bertingkat, pusat-pusat perbelanjaan tumbuh
dengan pesat, jalan-jalan baru dibangun, dan berbagai pasilitas lainnya
tersedia dimana-mana. Pembangunan
di bidang fisik itu
tentu saja membawa
dampak positif bagi
kehidupan masyarakat seperti berbagai
kemudahan-kemudahan dalam mengakses
setiap kebutuhan.
Namun
demikian berbagai permasalahan umat juga mengalami perkembangan yang luar biasa
baik dari
kualitas maupun kuantitasnya.
Hal ini disebabkan
karena pembangunan mental
spritual tidak
mendapatkan porsi yang
seimbang dengan pembangunan
pisik yang justru
merupakan
hakekat dari pembangunan itu sendiri. Situasi seperti itu terjadi karena terdapat
kesalahan paradigma dalam melihat kemajuan suatu bangsa atau masyarakat.
Kemajuan sesuatu seringkali diindikasikan dengan kemajuan fisik seperti,
banyaknya gedung bertingkat, alat transportasi yang lengkap, sarana komunikasi modern dan
sebagainya. Masih jarang
terdengar bahwa kemajuan
suatu bangsa atau masyarakat berdasarkan
pada kurangnya tindakan
kriminal, norma-norma agama
dan masyarakat berjalan dengan baik serta berbagai aspek moralitas
lainnya. Oleh karena itu meskipun pembangunan fisik telah mencapai kemajuan
yang sangat pesat tetapi berbagai persoalan umat yang sangat mendasar masih sering terjadi
seperti persoalan akidah akhlak
seperti kenakalan remaja,
dan berbagai persoalan
social kemasyarakatan lainnya. Syirik
adalah menduakan atau
menyamakan Allah dengan
yang lainnya. Syirik
secara umum dapat dikatakan sebagai kecondongan untuk bersandar pada
sesuatu atau pun seseorang selain Allah. Hal ini akan terjadi pada orang-orang
yang tidak mampu mengendalikan nafsu jahatnya,
karena sesungguhnya nafsu
jahat itu lebih
suka menyembah produk
imajinasinya sendiri. Seringkali
tanpa disadari manusia
telah mempertuhankan sesuatu
selain dari Allah. Sebagai contoh dalam kehidupan
sehari-hari terdapat umat Islam yang tidak memperdulikan lagi shalat hanya
karena memburu materi. Uang telah menjadi ”tuhan baru” dalam mengisi aktivitas
kehidupannya, sehingga kebutuhan spritual dilupakan.
Kemajuan dalam
berbagai bidang telah
membawa dampak yang
sangat besar terhadap aqidah keislaman. Kemajuan itu jika
dimanfaatkan secara baik akan mengokohkan keimanan seseorang. Namun
tidak dapat dipungkiri
pula bahwa kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi
juga telah banyak
membawa efek negatif
bagi perkembangan aqidah
keislaman seseorang. Berbagai
macam pemikiran baru
muncul yang mungkin
disengaja atau tidak diadakan untuk melemahkan keyakinan
akan keesaan Allah swt. Sementara
itu pula kemajuan
di bidang materi
sudah jauh masuk
kesegenap penjuru wilayah kehidupan,
sehingga kesannya sangat
terasa dalam akal
dan jiwa seseorang
atau masyarakat. Dalam kasus tertentu
aqidah Islam seseorang
terkadang tidak mampu berhadapan dengan kekuatan ilmu
pengetahuan yang terus mendesak sehingga kelihatan lebih
dominan dengan
berbagai macam pemecahan
ilmiah yang datang
secara beruntun setiap waktu. Pada akhirnya
aqidah Islam dihadapkan
pada suatu tekanan
dengan berbagai pendapat yang dapat melemahkan ghirah
keberagamaan. Dari berbagai media juga para da’i lewat lisan maupun tulisan
mengajak kembali ke ajaran tauhid (dakwah) dengan berpegang teguh kepada aqidah yang
telah diwariskan oleh
para nabi dan
rasul Allah. Namun
demikian aktivitas dakwah itu
belum dapat mencapai
sasaran sacara tepat,
belum mampu merealisasikan tujuannya dan
belum kuasa mentahkikkan
apa yang dicita-citakannya. Sebabnya
karena seruan dakwah itu belum mempunyai suatu pendukung yang dapat
memuaskan, berkekuatan teguh dan alat-alat
yang cukup sempurna
untuk menjangkau wilayah dakwah yang
sangatluas.
Seandainya aktivitas
dakwah didukung oleh
alat-alat yang canggih
dan mutakhir maka kemungkinan dapat memberikan efek yang besar dan didengarkan, diikuti dan
diperhatikan secara nyata. Selain
itu para da’i
dalam menyampaikan dakwahnya
dalam hal-hal yang berhubungan dengan
akidah itu terkadang
belum mampu untuk
menunjukkan mutu yang tinggi dan nilai berharga yang dapat
menanamkan kesan yang meresap kedalam akal pikiran serta hati umat manusia.
Ilmu
pengetahuan modern dengan penemuan-penemuan yang serba baru telah menempuh
jalannya
sendiri dan dapat memberikan kenyataan kepada umat manusia tentang kenikmatan- kenikmatan
material. Juga dengan ilmu pengetahuan modern itu dapat memenuhi kesenangan
umat manusia
dengan mengeluarkan sebanyak
mungkin manfaat yang
terkandung dalam
benda-benda yang
ada di alam
raya ini. Digalilah berbagai
kegunaan, kebaikan dan
penghasilan
dari isi alam ini dengan berdasar pada standar ilmu pengetahuan modern. Namun demikian
sekalipun ilmu pengetahuan
modern sudah melangkah begitu
jauh menempuh berbagai jalan
untuk mengembangkan pengaruhnya,
tetapi belum sepenuhnya memberikan kepuasan
kepada umat manusia
dalam hal keamanan
dan kesejahteraan. Juga tidak
dapat melimpahkan kemesraan
dan kecintaan, kesayangan
dan keibaan, sikap tolongmenolong bahkan tidak kuasa pula
meluruskan akhlak yang rusak.
b.Problema
akhlak
Problema
Akhlak Sebagai makhluk yang
sempurna maka manusia
dilengkapi dengan suatu tabiat
yang berbentuk dua kekuatan
yaitu amarah dan
syahwat (keinginan). Dua kekuatan
inilah yang menentukan akhlak dan
sifat manusia. Dengan kekuatan syahwat, seseorang akan mencari segala sesuatu
yang berguna bagi
dirinya sendiri guna
untuk mempertahankan hidup
dan berketurunan. Sedang dengan
kekuatan amarah, ia dapat
menolak segala bahaya
yang mengancam keselamatan dan
keamanan dirinya. Kekuatan
terakhir ini pada
dasarnya merupakan bagian dari kekuatan pertama walaupun substansi
masing-masing berlainan. Itulah sebabnya manusia saling berebut kepentingan di
dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka dikuasai oleh dua kekuatan ini dalam
mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Sebagai konsekuensinya tampaklah
apa yang dinamakan dengan akhlak dan
sifat-sifat yang diantaranya ada yang
merupakan warisan dan ada pula yang perolehan.
Persoalan
moralitas merupakan hal yang sangat menonjol di era globalisasi ini terutama
dikalangan remaja. Remaja sebagai
bagian dari perjalanan
umur kehidupan seseorang, tentunya mempunyai kebutuhan dan
keinginan yang harus terpenuhi. Kebutuhan itu seringkali menjadi sumber
timbulnya berbagai problema dalam diri dalam rangka penyesuain terhadap lingkungannya.
Perkembangan masyarakat
adalah sebuah keniscayaan. Hal
ini sangat memungkinkan karena manusia
secara “fitrah” diciptakan
sebagai makhluk sosial
yang hanya bias bertahan hidup secara bersama. Dakwah adalah
upaya untuk mengubah
situasi kepada yang
lebih baik dan
sempurna baik terhadap individu
maupun masyarakat. Pada
hakikatnya dakwah Islam
merupakan aktualisasi imani yang
dimanifestasikan dalam suatu
sistem kegiatan manusia
beriman, dalam bidang kemasyarakatan yag
dilaksanakan secara teratur ,
untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir , bersikap dan
bertindak manusia pada dataran kenyataan individual serta sosial-kultural dalam
rangka mengusahakan terwujudnya
ajaran Islam dalam semua
segi kehidupan manusia,
dengan menggunakan cara
tertentu (Amrullah Achmad, 1983). Sistem
dakwah memiliki fungsi
mengubah lingkungan secara
lebih terinci yang memiliki
fungsi: meletakkan dasar
eksistensi masyarakat Islam,
menanamkan nilai-nilai keadilan,
samaan, persatuan, perdamaian, kebaikan dan keindahan sebagai inti penggerak perkembangan masyarakat;
membebaskan individu dan
masyarakat dari system kehidupan zhalim
(tirani, totaliter) menuju
sistem yang adil,
menyampaikan kritik social atas
penyimpangan yang berlaku
dalam masyarakat dalam
rangka mengemban tugas nahi
munkar , dan memberi
alternative konsepsi atas
kemacetan sistem, dalam
rangka melaksanakan amar ma’ruf; meletakkan sistem sebagai inti
penggerak jalannya sejarah.
2.4 METODE DAKWAH
Dalam
al-Qur’ an surah Al-Nahl (16): 125 termuat beberapa metode dakwah sebagaimana
dapat dibaca dalam firman Allah swt yang artinya:
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari JalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.” Q S An-Nahl ayat 125.
Tiga
metode dakwah yang terkandung dalam ayat ini, yaitu : metode al-hikmah, metode
al-maw’izhah dan metode mujadalah.
a.
Metode
al-hikmah.
Kata
al-hikmah terulang sebanyak 210 kali dalam al-Qur’ an. Secara etimologis, kata
ini berarti kebijaksanaan, bagusnya pendapat atau pikiran, ilmu, pengetahuan,
filsafat, kenabian, keadilan, pepatah dan juga berarti alQur’ an al-Karim.
Hikmah juga diartikan al-Ilah, seperti dalam kalimat hikmah al-tasyri’ atau ma
hikmah zalika dan diartikan juga al-kalam atau ungkapan singkat yang padat
isinya.
Makna
al-hikmah yang tersebar dalam al-Qur’ an di 20 tempat tersebut, secara ringkas,
mengandung tiga pengertian. Pertama, al-hikmah dalam arti “penelitian terhadap
segala sesuatu secara cermat dan mendalam dengan menggunakan akal dan
penalaran”. Kedua, al-hikmah yang bermakna “memahami rahasia-rahasia hukum dan
maksud-maksudnya”. Ketiga, al-hikmah yang berarti “kenabian atau nubuwwah”.
Adapun
kata al-hikmah dalam ayat ِ menurut al-Maraghi (w. 1945),
berarti perkataan yang jelas disertai dalil atau argumen yang dapat memperjelas
kebenaran dan menghilangkan keraguan. Sedang Muhammad Abduh (w. 1905)
mengartikan al-hikmah sebagai ilmu yang sahih yang mampu membangkitkan kemauan
untuk melakukan suatu perbuatan yang bermanfaat dan kemampuan mengetahui
rahasia dan faedah setiap sesuatu. Dalam T afsir Departemen Agama disebutkan
bahwa al-hikmah ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan
antara yang hak dan yang batil. Dalam T afsir al-Mishbah, Quraish Shihab
menjelaskan hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu,
baik pengetahuan maupun perbuatan. Dia adalah pengetahuan atau tindakan yang
bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga berarti sebagai sesuatu yang
bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemashlahatan dan kemudahan yang
besar atau yang lebih besar , serta menghalangi terjadinya mudharat atau
kesulitan yang besar atau yang lebih besar . Hanya saja, menurut Quraish,
hikmah sebagai metode dakwah lebih sesuai untuk cendekiawan yang berpengetahuan
tinggi. Sementara itu Sayyid Qutb berpendapat yang dimaksud dengan hikmah
adalah Melihat situasi dan kondisi obyek dakwah. Memperhatikan kadar materi
dakwah yang disampaikan kepada mereka,
sehingga mereka tidak merasa terbebani terhadap perintah agama (materi dakwah)
tersebut, karena belum siap mental untuk menerimanya. Memperhatikan metode
penyampaian dakwah dengan bermacam-macam metode yang mampu menggugah perasaan,
tidak memancing kemarahan, penolakan, kecemburuan dan terkesan berlebih-lebihan,
sehingga tidak mengandung hikmah di dalamnya. Dalam pendapat Hamka, kata hikmah
itu kadang-kadang diartikan oleh beberapa orang sebagai filsafat. Menurutnya,
hikmah adalah inti yang lebih halus dari filsafat. Filsafat hanya dapat
dipahami oleh orangorang yang telah terlatih pikiran dan logikanya, tetapi
hikmah dapat dipahami oleh orang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat
dibantah oleh orang yang lebih pintar . Kebijaksanaan itu bukan saja ucapan, melainkan
juga tindakan dan sikap hidup. Kadang-kadang ‘ diam’ lebih berhikmat daripada
‘berbicara’. Dengan demikan, ungkapan bi al-hikmah ini berlaku bagi seluruh
manusia sesuai dengan perkembangan akal, pikiran dan budayanya, yang dapat diterima
oleh orang yang berpikir sederhana serta dapat menjangkau orang yang lebih
tinggi pengetahuannya. Sebab, yang dipanggil adalah pikiran, perasaan dan kemauan.
Dengan begitu, dipahami bahwa al-hikmah berarti meletakkan sesuatu pada
tempatnya dan pada tujuan yang dkehendaki dengan cara yang mudah dan bijaksana.
b.
Metode
al-Maw’izah al-hasanah
Metode
dakwah kedua yang terkandung dalam QS. Al-Nahl (16) ayat 125 adalah metode
al-maw’izat alhasanah. Maw’izat dari kata yang berarti nasehat. Juga berarti menasehati
dan mengingatkan akibat suatu perbuatan, menyuruh untuk mentaati dan memberi
wasiat agar taat. Kata maw’izat disebut dalam alQur’ an sebanyak 9 kali. Kata
ini berarti nasehat yang memiliki ciri khusus, karena mengandung al-haq (kebenaran),
dan keterpaduan antara akidah dan akhlaq serta mengandung nilai-nilai
keuniversalan. Kata alhasanah lawan dari sayyi’ ah, maka dapat dipahami bahwa
maw’izah dapat berupa kebaikan dan dapat juga berupa keburukan.
Metode
dakwah berbentuk nasehat ini ditemukan dalam al-Qur’ an dengan memakai
kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide-ide
yang dikehendakinya, seperti nasehat Luqman al-Hakim kepada anaknya. Tetapi,
nasehat al-Qur’ an itu menurut Quraish Shihab, tidak banyak manfaatnya jika
tidak dibarengi dengan teladan dari penasehat itu sendiri. Dalam hal ini,
Rasulullah saw. yang patut dijadikan panutan, karena pada diri beliau telah
terkumpul segala macam keistimewaan sehingga orangorang yang mendengar
ajarannya dan sekaligus melihat penjelmaan ajaran itu pada diri beliau sehingga
akhirnya terdorong untuk meyakini ajaran itu dan mencontoh pelaksanaannya.
Maw’izah
disifati dengan hasanah (yang baik), menurut Quraish, karena nasehat itu ada
yang baik dan ada yang buruk. Nasehat dikatakan buruk dapat disebabkan karena
isinya memang buruk, di samping itu, ia juga dipandang buruk manakala
disampaikan oleh orang yang tidak dapat diteladani. Metode dakwah al-maw’izah
al-hasanah merupakan cara berdakwah yang disenangi; mendekatkan manusia kepadanya
dan tidak menjerakan mereka; memudahkan dan tidak menyulitkan. Singkatnya, ia
adalah suatu metode yang mengesankan obyek dakwah bahwa peranan juru dakwah
adalah sebagai teman dekat yang menyayanginya, dan yang mencari segala hal yang
bermanfaat baginya dan membahagiakannya.
Al-maw’izah
al-hasanah adalah sesuatu yang dapat masuk ke dalam kalbu dengan penuh
kelembutan; tidak berupa larangan terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang;
tidak menjelek-jelekkan atau membongkar kesalahan. Sebab, kelemahlembutan dalam
menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu
yang liar .
Seorang
da’i selain memberi nasehat kepada orang lain, juga kepada diri dan keluarga
sendiri, bahkan harus lebih dahulu menasehati diri dan keluarganya, baru orang
lain. Nasehat itu harus pula dibarengi dengan contoh kongkrit dengan maksud
untuk ditiru oleh umat yang dinasehati, sebagaimana yang dilaksanakan oleh Nabi
Muhammad saw. seperti pelaksanaan shalat dan sebagainya. Selain itu, dipahami
pula bahwa dakwah yang disampaikan itu tidak hanya teori, tetapi juga praktek
nyata yang dilakukan oleh da’i itu sendiri.
c.
Metode
al-Mujàdalah
Al-Mujàdalah
terambil dari kata yang bermakna diskusi atau
perdebatan. Kata jadal (diskusi) terulang sebanyak 29 kali dengan berbagai
bentuknya di beberapa tempat dalam al-Qur’ an. Dari kata-kata itu, yang
menunjuk kepada arti diskusi mempunyai tiga obyek, yaitu: membantah karena: (1)
menyembunyikan kebenaran, (2) mempunyai ilmu atau ahli kitab, (3) kepentingan
pribadi di dunia. Dari berbagai macam obyek dakwah dalam berdiskusi tersebut,
akan dititikberatkan pada obyek yang mempunyai
ilmu. Berdiskusi dengan obyek semacam ini membutuhkan pemikiran yang tinggi dan
wawasan keilmuan yang cukup. Sebab, al-Qur’ an menyuruh manusia dengan istilah
ahsan (dengan cara yang terbaik). Jidal disampaikan dengan ahsan (yang terbaik)
menandakan jidal mempunyai tiga macam bentuk, ada yang baik, yang terbaik dan
yang buruk. Al-Maraghi mengartikan kalimat ‘wa jadilhum bi allatiy hiya ahsan’
dengan berdialog dan berdiskusi agar mereka patuh dan tunduk. Sedangkan Sayyid
Qutb mengartikannya dengan: ‘berdialog dan berdiskusi bukan untuk mencari
kemenangan, akan tetapi agar patuh dan tunduk terhadap agama untuk mencapai kebenaran.
Diskusi
atau perdebatan tidak boleh dilakukan dengan sikap emosional. Sebab, hal itu
tidak akan mendekatkan orang kepada Islam, bahkan bisa terjadi sebaliknya.
Karena itu, dalam QS. al-Ankabut (29): 46 dijelaskan tentang cara menghadapi
orang yang tidak mau menerima kebenaran. Di dalam ayat ini, diberikan tuntunan
kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan pengikutnya, bahwa jika terpaksa bertukar
pikiran (berdebat atau berdiskusi) dengan Ahl al-Kitab, adakanlah dengan cara
yang paling baik, yaitu dengan pertimbangan akal yang murni. Jika terjadi
perbedaan pendapat, seorang da’i tidak boleh emosional. Sayyid Qutb memberikan
penjelasan tentang metode dakwah ini; dakwah dengan al-mujàdalah bi allatiy hiya
ahsan ialah dakwah yang tidak mengandung unsur pertikaian, kelicikan dan
kejelekan, sehingga mendatangkan ketenangan dan kelegaan bagi juru
dakwah.Tujuan perdebatan bukanlah mencapai kemenangan, tetapi penerimaan dan
penyampaian kepada kebenaran. Jiwa manusia itu mengandung unsure keangkuhan,
dan itu tidak dapat ditundukkan dengan pandangan yang saling menolak, kecuali
dengan cara yang halus sehingga tidak ada yang merasa kalah. Dalam diri manusia
bercampur antara pendapat dan harga diri, maka jangan ada maksud untuk tidak
mengakui pendapat, kehebatan dan kehormatan mereka. Perdebatan yang baik adalah
perdebatan yang dapat meredam keangkuhan ini; dan pihak yang berdebat merasa
bahwa harga diri dan kehormatan mereka tidak tersinggung. Sesungguhnya juru
dakwah tidaklah bermaksud lain, kecuali mengungkapkan inti kebenaran dan
menunjukkan jalan ke arah itu, yakni di jalan Allah, bukan di jalan kemenangan
suatu pendapat dan kekalahan pendapat yang lain. Dalam melaksanakan dakwah
dengan model diskusi ini, seorang da’i, selain harus menguasai ajaran Islam dengan
baik juga harus mampu menahan diri dari sikap emosional dalam mengemukakan
argumennya. Dia tidak boleh menyinggung perasaan dan keyakinan orang lain,
sebab akan merugikan da’i, sehingga usaha dakwah dapat mengalami kegagalan.
Yang paling baik ialah bahwa seorang da’i harus mampu bersikap lemah lembut dan
menghargai pendapat orang lain diskusi sehingga tercipta suasana yang kondusif
di medan diskusi.
2.5 TUJUAN DAKWAH
Tujuan
utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan
di akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad mencontohkan dakwah kepada
umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Dimulai dari
istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa
pada saat itu.
Dibawah
ini ada beberapa tujuan dakwah sebagai berikut :
a. Mengajak
umat manusia (meliputi orang mukmin
maupun
orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang benar agar dapat hidup sejahtera di
dunia maupun di akhirat.
b.
Mengajak umat Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt.
c.
Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
d.
Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang gawat yang meminta segera
penyelesaian dan pemecahan.
e.
Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi sewaktu-waktu
dalam masyarakat
f.
Mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju terang-benderang.
2.6 MANFAAT DAKWAH
1.Kebutuhan
Manusia Kepada Dakwah Melebihi
Kebutuhan Mereka Kepada.
2.Dakwah
Melahirkan Kebaikan Pada Diri, Masyarakat Dan Negara.
3.Dakwah
Menjadikan Manusia Menjadi Mulia.
4.Dakwah
Adalah Jalan Menuju Bahagia.
5.Tanpa
Dakwah Manusia Menuju Ke Jurang Kehancuran
6.Dakwah
Sebagai Pembuktian Kesejatian Manusia
7.Dakwah
Adalah Investasi Amal Tanpa Batas
8.Dengan
Dakwah Manusia Lebih Produktif Beramal Dan Tidak Egois (Individual)
9.Dakwah
Adalah Lentera Hidup
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Surat Ali Imran ayat 104 menjelaskan tentang
keharusan sebagian umat Islam untuk
berdakwah, ayat tersebut
adalah “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Mereka itulah orangorang yang beruntung.”Kewajiban sebagian umat Islam untuk
melakukan bukanlah tanpa
alasan, karena kalau
semuanya berdakwah, siapa
yang akan mengurus
urusan lainnya. Dari
uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa eksistensi
dakwah Islam senantiasa bersentuhan
dengan realitas yang mengitarinya. Dakwah mempunyai
peranan yang urgen
bagi pengembangan masyarakat Islam
dimanapun tempatnya. Peranan
Dakwah dalam Pengembangan Masyarakat Islam mengembangkan masyarakat Islam menjadi
penting dilakukan agar umat dapat
terbantukan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Islam yang disampaikan melalui Nabi
Muhammad saw. menjadi petunjuk yang
penting bagi semua
manusia. Adapun, untuk mengembangkan
masyarakat Islam perlu memerhatikan prinsip-prinsip pengembangan
dakwah, semisal mempertimbangkan struktur
dan tingkatan masyarakat dari segi kawasan, geografis,
demografis, sosiologis, antropologis, politis, dan ekonomis dan sebagainya.
Dalam berdakwah juga perlu di perhatikan cara-cara berdakwah, metode-metode
berdakwah dan lain sebagainnya, karna dakwah itu sendiri adalah sebagai sarana
beribadah kepada Allah SWT, Memerintahkan suatu kebajikan dan melarang suatu
kemungkaran (Amar Ma’ruf Nahi Mugkar) adalah perintah agama, karena itu ia
wajib dilaksanakan oleh setiap umat
manusia sesuai dengan kemampuan dan kekuatannya. Islam adalah agama yang
berdimensi individual dan sosial, maka sebelum memperbaiki orang lain seorang
Muslim dituntut berintrospeksi dan berbenah diri, sebab cara Amar Ma’ruf yang
baik adalah yang diiringi dengan keteladanan. Menyampaikan Amar Ma’ruf Nahi
Mungkar disandarkan kepada keihklasan karena mengharap ridho Allah SWT semata.
3.2
SARAN
Dengan demikian,
kita sebagai mahluk sosial sangan diharapkan untuk menyampaikan ataupun
menuntut ilmu sebagai bekal hidap agar kita tidak terbawa arus perkembangan
zaman, Dalam makalah ini kami selaku penulis memberikan saran kepada semua kita
agar dapat mengetahui dan memanfaatkan Dakwah sebagai sarana amar ma’ruf nahi
mungkar dalam kehidupan kita.
.
DAFTAR PUSTAKA
Al_Qur’an dah
Hadist, Ali-Imran, An.Nahl, Al-Aqrad, Al-Isra’,
H.R Muslim, H.R Thabrain, H.R
Al-bazzar.2017
Ahmad amin, ilmu
dakwah. Jakarta:1994
Blogspot.com,
Kumpulan makalah 2011
Blogspot.com,
Panduan Membuat Makalah, 2000
Blogspot, Jurnal
altajid Stan Palopo, Dakwah Dan Pengembangan Masyarakat,2016
huajiehulan.com,
Makalah Dan artikel Kuliah, Dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Mungkar,
Kemenag.go.id,
Peranan Dakwah dalam pengembangan masyarakat Utama,2018
Mansur,Mpd Panduan
Belajar Islam, Dakwah, 2018
Yulia Purna,
Muslim.or.id, Syarat menjadi Da’i, 2018
Wordpress.com,
Metode Dakwah Dalam Al-Quran, 2018